Grades Don’t Measure Intelligence

IMG_17552923546543Sejak mulai mengenal sekolah dan tuntutan akademis, saya sadar bahwa Aa Dafa bukanlah anak yang menonjol dalam hal pelajaran sekolah. Ketika ibu-ibu lain bangga saat anak-anak mereka bisa baca tulis diusia 3-4 tahun, saya hanya bisa tersenyum kecil karena saat itu si Aa belum menunjukkan minat calistung. Saya sendiri belum merasa punya urgensi untuk membuatnya cepat lancar membaca atau menulis, jadi saya relatif santai dan cuek saja. Juga ketika ada lomba calistung atau lomba bahasa inggris dan Dafa tidak pernah sekalipun ditunjuk sebagai perwakilan sekolah, saya pun tidak merasa bersedih hati. Sederhananya pemikiran saya adalah karena saya tau : grades don’t measure intellegence.

Begitupun saat menginjak bangku SD ini. Prestasinya biasa-biasa saja. Tidak istimewa. Kalau ibu-ibu lain mungkin rajin periksa buku catatan dan buku paket anak-anak mereka tiap malam, saya tidak pernah melakukan itu. Hehehe. Ya jujur aja, emang saya pemales sih untuk urusan itu. Juga karena saya sadar, dulu semasa sekolah pun saya bukan murid yang pinter-pinter amat. Jadi sayapun tidak pernah menuntut Dafa untuk selalu membawa hasil ulangan dengan nilai tinggi atau setiap malam mengulang pelajaran dari sekolah. Belajar sejak pukul 08.00-14.00 bagi seorang anak usia 8 tahun rasanya sudah cukup.

Ketakutan jika ia ketinggalan pelajaran sih tentu saja ada. Karenanya saya sebisa mungkin selalu berkomunikasi dengan wali kelasnya sesering mungkin. Seperti kemarin ketika saya mendapati beberapa hasil UTS-nya mendapat nilai yang…ya…gitu deh. Hehehe. Bagi saya sebenernya bukan masalah Dafa harus dapet nilai sempurna. Asalkan dia mengerti konsep yang diajarkan, bagi saya cukup. Dan saya berharap pihak sekolah cukup bijaksana untuk menilai murid tidak hanya dari nilai ulangan atau ujiannya saja.

mtf_JkrXM_174Alhamdulillah, setelah berbincang cukup lama dengan wali kelasnya, saya merasa sedikit tenang. Jawaban beliau sangat menenangkan : ‘Fatih itu sebenernya kalo secara konsep mengerti, Bun. Konsep perkalian adalah penjumlahan berulang, dia tau. Konsep perkalian bersusun juga dia paham, walau kadang masih sering lupa. Hanya saja, dia sering sekali melamun. Sepertinya pikirannya sedang berada ditempat lain. Termasuk ketika ulangan/ujian. Tapi, saya memperhatikan dia cukup tenang dan yakin setiap ulangan. Jarang sekali tengok kiri-kanan. Kalau ada yang dia tidak mengerti, dia akan bertanya pada gurunya. Bagi saya ini nilai plus, karena saya sendiri selalu mengajarkan pada anak-anak untuk percaya pada kemampuan sendiri. Lebih baik dapat nilai kecil tapi hasil sendiri daripada nilai besar tapi hasil nyontek punya teman. Diluar akademis, saya perhatikan Fatih sangat senang berbagi dan tidak pelit. Kalau bawa bekal, tidak pernah pelit kalau ada temannya yang minta. Bahkan kadang terlalu murah hati sampai rela dia tidak jajan asalkan temennya bisa jajan dari uang sakunya…’  

Jadi Nak, jika suatu saat kamu membaca tulisan ini, Bunda berharap saat itu akhlakmu sudah terbentuk sempurna. Bunda tidak akan pernah memintamu pulang kerumah dengan nilai sempurna. Bunda hanya memintamu agar terus menjadi anak yang murah hati, rendah hati, senang berbagi, dan percaya bahwa apapun bisa kamu raih selama kamu yakin dengan kemampuanmu dan bahwa Allah akan selalu membimbing langkahmu. Aamiin.

Indonesia, Rumah Bagi 17 Juta Bayi

Apa yang melatarbelakangi satu perusahaan mendirikan pabrik di satu tempat? Pertimbangan utamanya tentulah karena pasar. Bagi Procter & Gamble (P&G), Indonesia merupakan pasar terbesar Asia untuk kebutuhan diapers atau popok bayi sekali pakai. Dengan pertimbangan ini dan dengan komitmen untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia secara umum, P&G meresmikan pabrik Pampers di Karawang, Jawa Barat pada Kamis, 5 Desember 2013 lalu.

Menurut Vice Chairman and Advisor to the Chairman and CEO P&G, Dimitri Panayotopoulos,  Indonesia merupakan rumah bagi lebih dari 17 juta bayi di atas 2 tahun. Fakta ini berdasarkan angka 12.000 bayi yang lahir setiap hari di Indonesia atau 4 juta bayi pertahun. Dengan kata lain, Indonesia ‘memproduksi’ populasi sebesar Singapura setiap tahunnya. Wow!

Dengan investasi sebesar USD100 juta, P&G membangun pabrik Pampers di Karawang ini sebagai bagian dari rencana jangka panjang selama tiga tahun ke depan untuk membangun pabrik kelas dunia yang juga merupakan salah satu pabrik terbesar di ASEAN.

Komitmen ini juga merupakan bagian dari tekad P&G untuk meningkatkan kualitas hidup bayi lewat produk Pampers yang berkualitas. Apalagi P&G sebenarnya telah mengembangkan pasar kebutuhan barang konsumsi harian (Fast Moving Consumer Goods/FMCG) di Indonesia sejak lebih dari 20 tahun yang lalu di Indonesia, namun telah melayani konsumen di dunia semenjak 175 tahun yang lalu.

Saya yang juga adalah seorang ibu dari dua anak laki-laki (yang salah satunya masih memakai diapers), tentu menyambut gembira komitmen P&G ini. Sebab berdasarkan pengalaman pribadi ketika anak pertama masih menggunakan diapers, saya cukup kesulitan menemukan merk yang cocok dengan kualitas dan harga yang ramah di kantong, hihihi. Syukurlah ketika anak kedua saya lahir, Pampers telah mengembangkan inovasi baru berupa diapers ekonomis yang harganya lebih murah daripada Pampers reguler tapi dengan kualitas yang sama. Menurut Endi Febrina Herlambang, Country Communications Manager P&G Indonesia, Pampers Ekonomis ini hanya ada di pasar Indonesia sebagai jawaban atas permintaan kaum ibu yang membutuhkan diapers sekali pakai dengan harga terjangkau tapi dengan kualitas tinggi yang tidak membuat kulit bayi rentan ruam popok. Dan saya pribadi sudah membuktikannya, lho.

pampers

Gambar dari http://uqiqu.com

Tekad P&G untuk terus meningkatkan kualitas hidup bayi Indonesia lewat produk Pampers ini juga ditunjukkan lewat penyerahan 100 pak Pampers untuk klinik kesehatan dan bidan di wilayah Karawang. Acara serah terima ini diwakili oleh Artika Sari Devi sebagai brand ambassador Pampers P&G Indonesia.

 Image

*serah terima Pampers untuk Bidan di Karawang*

Yang menarik, sebagai pelopor dalam industri diaper sekali pakai, nama Pampers sudah sangat familiar di Indonesia. Bahkan, saking terkenalnya, hampir setiap orang menyebut diaper sekali pakai dengan sebutan Pampers. Padahal Pampers itu merk, lho. Ini membuktikan betapa merk Pampers sudah sangat melekat dan menjadi kebutuhan setiap bayi dan ibu di Indonesia.

Pengalaman saya pribadi adalah ketika anak kedua saya yang kulitnya memang relatif sensitif, beberapa kali gonta ganti merk diapers dan tidak ada yang cocok. Barulah ketika saya mencoba Pampers, kulit Adek Faiz terbebas dari ruam popok yang bikin dia cranky. Maka sampai sekarang, tiap belanja bulanan, Pampers selalu jadi item utama di list belanjaan saya. Hihihi.

Semoga dengan dibukanya pabrik Pampers di Karawang ini, distribusi dan produksi Pampers semakin meningkat dan semakin mudah ditemukan di pelosok negeri Indonesia. Dengan demikian bayi Indonesia pun bisa tidur lebih nyenyak dan ibu Indonesia pun lebih happy. Happy mommy, Happy baby, Happy life 😉

 

*tulisan ini merupakan kerjasama penulis dengan P & G Indonesia

New Resolution

Taelah, mentang2 taun baru, jadi latah ikut2an bikin resolusi.

Eh, nggak juga sih sebenernya. Karena ini niat yang sudah lama terpendam tapi baru benar2 yakin untuk dilaksanakan 2 bulan belakangan ini. Itupun masih belum 100% karena masih terhalang beberapa hal. Duile, kayak yang serius amat yah. Emang apaan sih?

Jadi gini lho, saya lagi pingin banget serius berjilbab syari. Alias pake jilbab yang panjang, sederhana, dan gak ribet. Pendeknya, pengen konsisten pake gamis dan khimar gitu. Sebenernya saya ini kan sudah berkerudung sejak SMA. Dulu awal2 berkerudung itu saya malah sudah langsung gamisan. Dulu belum banyak pilihan kerudung dan baju muslim seperti sekarang. Warnanya pun masih yang gelap2 dan gak ada deh yang namanya ciput ninja, ciput antem, kerudung paris, pashmina, atau kaftan gitu. Tapi pas mulai kuliah, saya mulai pake baju yang two pieces. Biasanya jeans dan kaos/kemeja. Ya karena waktu itu kuliah di Bandung tiap hari harus ngejar2 damri ke Jatinangor bok, susah lah ya kalo mesti gamisan *alesan*. Nah, cara berpakaian itu terbawa terus sampai sekarang sudah menikah dan punya anak. Walau kadang2 sih saya suka ‘tobat’ juga pake rok atau tunik panjang selutut gitu.

Image

Nah, belakangan kok saya jadi mulai risih sendiri ya kalo pake atasan yang agak gantung dan bikin *maaf* bokong kemana2. Juga kalo misalnya pake kulot yang agak ngepas sehingga paha dan pinggul terbentuk jelas. Gak tau deh, risih aja gitu. Sampe kalo jalan suka jadi narik2 baju sendiri. Akhirnya coba pake gamis yang panjang dan lebar, eh kok nyamaaaan rasanya. Jadi mulai deh pengen konsisten pake gamis terus.

Image

Masalahnya, sama seperti orang2 yang baru berhijab, saya juga agak kesulitan ‘ngumpulin’ gamis dan kerudung2 panjang. Apalagi kalo beli gamis dan bergo panjang yang satu stel gitu, harganyaaa lumayan banget deh. Hehehe. Jadi yaaa, sekarang berjilbab panjangnya masih kadang diseling dengan kulot + atasan panjang. Sambil pelan2 nabung gamis biar bisa tiap hari gamisan.

Bismillah, semoga konsisten dan istiqomah terus. Doakan sayaaaaa *gaya sailor moon*

Procter & Gamble Indonesia, Pabrik Hijau Di Karawang

Tanggal  5 Desember 2013 lalu, saya diajak Lita dari Mommiesdaily untuk ikut mengunjungi peresmian pabrik Pampers P&G di Karawang, Jawa Barat. Cukup excited sih, karena selain saya sudah lama gak jalan-jalan ke pabrik *lah*, juga karena undangan ini membawa kembali kenangan lama saat saya masih bekerja sebagai wartawan di salah satu media di Jakarta beberapa tahun lalu… *kemudian terdengar sountrack Kenny G di latar belakang*

Perjalanan ke Karawang cukup lancar, meskipun sempet muter-muter di area KIIC (Karawang International Industrial City) untuk menemukan lokasi pabrik P&G-nya. Sampai disana kami sudah disambut staf P&G yang berpakaian kasual (T-shirt, jeans, dan topi) dan kami dikelompokkan ke dalam grup mewakili Media. Ehm, blogger juga sekarang sudah diperhitungkan sebagai citizen journalism yang opininya diperhitungkan, lho 🙂

Saat memasuki bangunan pabrik Pampers P&G ini, saya sudah merasa tertarik karena desain bangunannya yang ramah, bersih, dan rapi. Biasanya bayangan saya tentang pabrik gak jauh-jauh dari kesan pengap, berisik, dengan ratusan buruh yang bekerja di dalamnya. Tapi kali ini tidak, karena begitu memasuki lobi, kami sudah ‘disuguhi’ aneka quote motivasi yang menjadi prinsip kerja P&G dan seluruh stafnya.

Image

Prinsip kerja P&G

 Image

*SHOW*

 

Ketika tour keliling pabrik dimulai, saya semakin tertarik karena ternyata pabrik Pampers P&G di Karawang ini sudah bersertifikat LEED (Leadership in Energy and Environmental Design). LEED sendiri merupakan standar bangunan hijau terkemuka di dunia dan sistem sertifikasi lingkungan tertinggi yang dikembangkan oleh US Green Building Council. Artinya, pembangunan pabrik ini sangat memperhitungkan aspek hijau dan ramah lingkungan dalam pengelolaannya. Pabrik Pampers P&G ini mendapatkan sertifikat LEED Silver 2013. Dan setiap tahun akan terus dilakukan pembaharuan sertifikasi secara berkesinambungan.

 Image

*Sertifikat LEED Pabrik Pampers P&G Karawang*

Sebagai ibu-ibu yang (ceritanya) sedang berusaha mengaplikasikan konsep green living dalam kehidupan sehari-hari, konsep pabrik hijau bersertifikasi LEED ini sungguh mendamaikan hati saya *taelah*. Saya merasa senang bahwa ada lho pabrik yang juga concern dengan lingkungan. Keren kan 🙂

Saat berbincang lebih jauh dengan Mbak Endi Febrina Herlambang, Country Communication Manajer P&G Indonesia, saya mendapatkan keterangan bahwa P&G berusaha menjadikan gaya hidup hijau sebagai salah satu habit yang ingin dibentuk perusahaan. Salah satu caranya adalah dengan meniadakan pengadaan tissue di seluruh toilet pabrik dan menyediakan fasilitas hand dryer di setiap toilet. Dengan demikian, setiap karyawan P&G tidak menjadi tergantung dengan kertas tissue untuk mengeringkan tangan dan hal ini diharapkan menjadi kebiasaan baik yang dilakukan segenap staf P&G Indonesia.

Ketika berjalan lebih jauh memasuki area pabrik, saya menjadi semakin paham dengan konsep green building P&G ini. Karena memang di beberapa sudut bisa ditemukan reminder untuk selalu hemat energi. Salah satunya dengan menyalakan AC pada suhu ruang 25 derajat celcius. Wow! Bahkan lebih hemat dari pemakaian AC rumah saya, nih *tutup muka pake taplak*.

 Image

*reminder untuk hemat energi*

 

Produk Pampers produksi P&G sendiri merupakan produk yang ramah lingkungan. P&G setiap tahun selalu berusaha memperbaiki kualitas produk Pampers menjadi semakin ramah lingkungan dan tidak membutuhkan waktu lama untuk terurai. Bahkan salah satu keinginan P&G adalah memproduksi Pampers yang bisa didaur ulang. Sampai saat ini, hal itu masih menjadi bagian dari riset penting P&G. Wah, saya semakin excited aja nih dengernya. Selain karena memang Faiz, anak saya yang batita menggunakan Pampers, saya juga bakalan seneng pake banget kalo dengan kualitas yang sama (bahkan lebih) tapi Pampers bisa berinovasi mengeluarkan produk yang bisa didaur ulang. Ditunggu banget!

Setelah puas keliling pabrik dan menikmati makan siang yang disediakan, kami pun pamit pulang dengan menumpang bis yang disediakan P&G untuk media dan wartawan. Gak lupa seperti biasa, kita foto-foto dulu dooong, hihihi.

 Image

*Lita, saya, dan Mbak Indah Juli*

 

*tulisan ini merupakan kerjasama antara penulis dengan P&G Indonesia

 

My All Time Favourite: Tumis Peda Merah

Image

Halooooh. Idih udah lama banget ya gak apdet apa2 disini. Kangen gak? Kangen gak? *padahal gak ada yang nanyain juga*. Hihihi.

Akhirnya setelah 5 tahun 8 bulan *lebay dikit biar dramatis*, apdet juga. Tapi yang gampang2 aja yes. Kita bikin postingan resep aja.

Ini dulu banget udah pernah saya posting di Multiply. Tapi berhubung Multiply wes isdet, yowes, saya ulang lagi yah resepnya. Ini mah makanan kampung, rasanya ndeso banget. Tapi ya karena emang selera lidah saya cucoknya sama yang ndeso-ndeso, ini jadi makanan favorit setiap mati gaya mau masak apa. Berikut tata cara pelaksanaannya *halah*.

TUMIS PEDA MERAH

Bahan :

1-2 ekor ikan peda merah, goreng dalam sedikit minyak, sisihkan di piring saji
2 siung bawang merah, iris
5 cabe rawit merah, iris
1 buah tomat, iris

Cara Memasak :

Goreng ikan peda merah dalam sedikit minyak. Sisihkan di piring saji.
Tumis bawang, cabe, dan tomat sampai wangi. Lalu siram diatas ikan peda merah.
Sajikan hangat.

Dijamin, nambah 3 piring!

Selamat mencoba. Kirim2 (fotonya) ya kalo sudah jadi.

Buku dan Kemewahan Waktu

Sejak jaman masih gadis kinyis2, setiap kali diminta menyebutkan hobi untuk keperluan tertentu, saya selalu menjawab hobi saya: membaca buku. Sampai sekarang pun hobi itu tetap sama. Saya seneng baca buku, beli buku, atau minjem buku, heuheu.

Rak Buku

Saya sendiri sudah lupa sejak kapan saya mulai suka baca buku. Sebab kalo dipikir2, keluarga saya bukanlah pecinta buku. Alasan utamanya sih karena dulu agak sulit menyisihkan uang untuk beli buku. Ya kalo kata Mama saya: ‘mending buat beli beras dan bayar sekolah dulu’. Hehehe. Tapi sejak SMP, saya mulai langganan majalah GADIS dan beli komik dari menyisihkan uang jajan harian. Sisanya minjem sana sini. Kadang tukeran sama temen. Sekarang, komik2 saya jaman dulu semisal Topeng Kaca atau Pop Corn udah ilang2an gak tau kemana, hiks. Beberapa dipinjem dan gak balik lagi.

Baru mulai saya kuliah, dari uang beasiswa dan kiriman emak tiap bulan bisa lah sedikit2 beli buku. Dulu jaman kuliah sukaaaa banget novel2-nya Seno Gumira Ajidarma. Kali ini mulai selektif minjemin buku. Kalo gak yakin balik, mending gak usah minjemin, kikikik *pelit*. Sekarang koleksi SGA saya lumayan lengkap mulai dari Jazz, Parfum, dan Insiden, Dunia Sukab, Kitab Omong Kosong, Kalatidha, dan Negeri Senja.

Kebeneran dan Alhamdulillah, ternyata saya dapet suami yang hobinya sama. Jadi ketika menikah, ‘Harta Gono Gini’ *halah* yang paling banyak adalah buku. Yg awalnya buku2 saya satu rak aja gak penuh, tiba2 karena digabung dengan koleksi suami, jadi buanyak. Makanya perabotan rumah yg pertama dibeli setelah menikah adalah rak buku, heuheu.

Repotnya punya buku banyak adalah setiap pindahan, yang harus dibongkar dan dipacking paling banyak (dan berat) adalah buku. Apalagi tiap bulan, kayaknya ada aja tambahan buku yang dibeli. Jadi ketika kemarin terakhir mau pindah ke rumah yang sekarang, dengan berat hati saya melego beberapa koleksi komik dan buku yang sudah tidak bisa lagi dipertahankan. Sayang sih sebenernya, tapi ya sudahlah… *self pukpuk*

Buku2Nah, kemarin pas lagi bersih2 rak buku, saya menemukan beberapa buku yang sudah dibeli 2-3 bulan lalu dan belum dibaca. Bahkan ada yang sampul plastiknya belum dibuka sama sekali. Dodolnya, waktu beres2 itu saya baru aja ‘kalap’ di Jakarta Book Fair, beli buku2 segambreng. Kalap belinya, bacanya sering gak sempet, hiks. Jadilah tumpukan ‘utang’ buku saya makin tinggi.

Tapi ya memang sekarang yg saya rasakan, kok susah sekali ya cari waktu bisa duduk anteng diem baca buku berjam-jam seperti dulu? Sebelum nikah dan punya anak, saya bisa begadang semaleman ngabisin Harry Potter yang tebel banget. Bahkan novel2 agak berat macam SGA atau Remy Silado aja bisa saya lahap gak sampe 2 hari. Sekarang, baca buku2 ringan macam Mom Lit atau novel2 yg gak terlalu tebel saja, abisnya bisa berhari2. Kadang baru duduk sebentar mau baca buku tiba2 yang anak minta makan lah, mau mandi lah, harus anter les ngaji lah, dst. Kadang2 juga baru sempet baca 2 halaman, eh udah ngantuk. Tapi yg lebih sering, kadang godaan blogwalking, atau main game dan socmed juga lebih menggoda, hihihi.

Sekarang mumpung anak lagi libur sekolah, saya mau lunasin utang baca buku ah. Semoga bisa konsisten nih, karena bagi saya sekarang, bisa duduk baca buku dengan tenang jadi satu kemewahan.

Ada yang merasa senasib dengan saya? Hehehe.

My Betterhalf

20140316_124108Bagi yang mengenal atau pernah bertemu suami saya, pasti sepakat kalo dia punya pembawaan yang cukup kalem. Dan tenang. Serta pendiam. Walaupun untuk yang terakhir kadang saya ngga sepakat, soalnya suami saya itu kalo udah ketemu orang yang ‘klik’ pasti bakal merepet juga ngomongnya. Walau emang kebalikan dari saya sih. Saya mah klik ngga klik, biasanya merepet2 aja, heuheu.

Selain kalem, tenang, dan (agak) pendiam itu, suami saya juga punya satu sifat yang saya kenal banget: Lempeng. Iya, dia lempeng dan luruuuuus sekali. Dalam banyak hal tentu saja saya bersyukur. Artinya dia ngga neko2 soal aturan apalagi pekerjaan, apalagi uang. Tapi kadang, sering pengen juga dia rada ‘ngga lurus’ terutama untuk urusan romantisme, hehehe.

Begitulah, suami saya tidak pernah romantis2an. Jarang sekali bersikap manis, jarang sekali mengucapkan kalimat ‘I Love You’ kalo tidak didahului oleh saya. Apalagi ngasih kado utk ulangtahun, kado anniversary, atau sentimental things lainnya. Dia ya gitu lempeng aja. Kadang2 kalo ngga diingetin juga lupa tanggal ultah istrinya, ultah pernikahan dsb.

Sebenernya gpp sih. Bukan berarti itu hal yang pentiiiiiing banget buat saya. Dia seperti itu adanya, ya saya terima dia apa adanya. Mungkin juga barangkali karena dasarnya saya lebih romantis dan suka nonton pelem2nya Hugh Grant *jangan tanya apa hubungannya*, saya tidak pernah keberatan berinisiatif memulai momen2 romantis bersamanya.

Dulu, waktu masih jaman main di Facebook, saya sering menulis kalimat2 sayang di wall-nya. Atau sebelum jaman BBM melanda, saya sering juga mengirimkan SMS kalimat I Love You atau I Miss You. Kadang dibales, kadang ngga. Walau balesannya cuma: I Love You too atau I Miss You too, hehehe. Kalo ngga dibales, saya suka protes. Kok ngga dibales sih? Dia biasanya bilang: Yaah maaf tadi lagi meeting.

Bukan berarti dia ngga pernah jadi romantis sih. Dulu waktu masih pacaran dia suka nulis puisi atau nulis sesuatu tentang hubungan kami di blognya. Salah satunya INI. Dan INI. Tapi seiring waktu, life happens, dan yaaah dia menjadi sibuk menjadi kepala keluarga, mencari nafkah untuk istri dan anak2nya. I’m not complaint, though. It’s a romanticm also in my definition 🙂

Kenapa saya menuliskan ini? Tiba2 saja saya teringat salah satu komentar teman kami yang membaca wall to wall yang saya kirimkan untuk suami saya. Intinya, dia ‘mentertawai’ keromatisan kami yang menurutnya diumbar ke publik, hehehe. Yah memang saya menuliskan sebaris kalimat: I love you. But that was it. Entah mungkin sebagian orang risih membacanya atau gimana ya, hehehe.

Tapi ya sudahlah. Saya tidak ambil pusing. Kata orang, sayangilah orang2 di sekelilingmu sebaik2nya karena kita tidak pernah tau apa yang akan terjadi di esok hari. Teringat Angelina Sondakh yang tiba2 ditinggal Adjie Massaid dan Widyawati yang mendadak ditinggal Sophan Sophiaan, saya merasa perlu mengucapkan kalimat2 cinta pada mereka yang saya sayangi setiap hari. Pada suami, dan anak2 saya. Hanya sekedar mengingatkan, betapa bahagianya saya berada ditengah2 mereka. Dan bahwa saya masih memiliki hari ini. Bersama mereka.

Jadi, sudahkah anda mengucapkan cinta pada orang2 terkasih anda, hari ini? 🙂

Mengapa Blue Curiosa

Blue Curiosa pertama kali memikat saya ketika kuliah di Bandung 14 tahun lalu *eh udah tua juga yak*. Bukan memikat secara fisik, karena saya sendiri belum pernah liat wujudnya Mawar Jingga itu seperti apa. Tapi memikat secara pronounciation. Bagus aja, simpel, maknanya punya filosofi yang sesuai bagi perjalanan hidup saya ketika itu. Jadi sejak itu saya selalu pakai signature ‘Blue Curiosa’ dimana2.

Apa artinya? Singkatnya sih ya Mawar Jingga. Mawar Ungu. Sejenis varian mawar yang sangat langka karena warna biru bukan warna yang mudah didapatkan spektrumnya dalam genetika bunga mawar. Dan seperti namanya, Curiosa, ada filosofi bahwa mawar ini bukan jenis yang biasa2 saja. Dia istimewa, mengundang banyak tanya, namun ia tetap akan berdiri menjadi dirinya sendiri, meskipun lebih banyak orang menyukai bunga mawar merah muda atau merah menyala.

Seperti itukah saya ingin ‘menampilkan’ diri saya? Mungkin iya…

Saya hanya ingin menjadi diri saya sendiri. Meskipun dimata orang mungkin saya bukan sosok yang baik hati atau tipikal angel yang selalu penuh motivasi. Saya ya seperti ini. Kadang hangat, kadang bisa dingin. Kadang jujur, kadang terlalu naif dengan menganggap semua orang baik. Kadang bisa jadi labil dan galau macam abege. Kadang bisa sangat persuasif dan provokatif. Dan kadang (terlampau sering) disalah artikan…

Eh kok malah jadi curhat. Hihihi.

Intinya adalah, Blue Curiosa adalah filosofi diri saya yang meskipun tidak bisa menjadi seperti kebanyakan, tetapi selalu percaya bahwa dirinya adalah mahluk baik yang tidak pernah ingin menyakiti siapa2.

Tapi percayalah, yang saya tampilkan disini hanyalah sebagian sedikit saja dari apa yang saya miliki dalam kehidupan sesungguhnya. It just me, my wildest thought or shallow mind…

*sebenernya sih filosofinya rada maksa, tapi biarin lah. Oke sip*

Note: Gambar minjem dari SINI

Tentang Pindah

Sebenarnya sih tidak ada alasan yang spesifik, kenapa saya akhirnya memutuskan untuk ‘pindah rumah’ kesini, setelah hampir 4 tahun merasa sangat nyaman di Multiply. Tapi kalo harus dijembreng alasannya salah satunya yang sangat klasik adalah: Multiply sudah berubah jadi pasar yang sangat ramai. Literally.

Apalagi saat ini memang tengah hangat isu bahwa Multiply akan mengembangkan e-commerce secara besar2an dan kemungkinan besar akan menggeser porsi blogger yang (mungkin) dinilai tidak punya kontribusi besar dari segi bisnis. Apakah benar blogger Multiply akan tergusur? Entahlah, just wait and see.

Yang pasti, belakangan ini memang saya mulai merasa agak terganggu dengan banyaknya postingan dari online shop yang nggak kira2. Kadang satu halaman inbox penuh dengan promo online shop yang jualan mulai dari keperluan bayi dan anak2, sepatu, tas, baju, kerudung, buku, novel, sampe jajanan mulai dari keripik, cake ultah, pasta (eh ini mah gue), sampai pempek dan yoghurt.

Alasan kedua, mungkin saya mulai jenuh saja. Dan ingin mencari kedamaian, dalam arti sesungguhnya. Mengembalikan tujuan awal saya saat menulis menjadi yaaa Menulis. Titik. Bukan menulis karena ingin dikomentari atau pamer ini itu (maafin Uwi Ya Allah). Bukan menulis karena ingin ‘dilihat’ orang. Bukan menulis karena ingin jadi ‘yang dikenal’. Saya hanya ingin melepaskan lelah jiwa dan raga. Itu saja.

Jadi, inilah saya yang ingin mencoba membuka lembaran baru disini. Semoga tidak ada lagi lelah menyertai perjalanan kali ini. Kalau nanti akan terselip tawa, maka anggaplah itu bonus dari bagaimana saya mencoba menjadi diri saya yang lebih baik setiap hari.

So now let me say to myself: Welcome Uwi to your new home 🙂

Note: Gambar pinjem dari SINI